Wednesday, April 29, 2020

Cara Menjadi Bidadari Surga Untuk Suami

HARAPAN dan tujuan hidup setiap manusia di dunia ini adalah, untuk memperoleh tempat terindah setelah kematiannya kelak, mendapatkan kenikmatan dan kebahagian hakiki, syurga الله سبحانا وتعاﱃ yang penuh keindahan disana. Karena itu merupakan tujuan utama kehidupan manusia di alam fana.

Tidak ada seorang manusiapun yang ingin terjerumus kedalam siksaan pedih api neraka. Namun sangat disayangkan, tujuan utama itu terkadang hanya dijadikan angan-angan dan hayalan belaka oleh majoritas manusia tanpa menempuh jalan dan beramal sholeh yang membawa dirinya masuk ke dalam Syurga.

Tentu tindakan dan sikap seperti ini merupakan hal yang lucu bahkan termasuk golongan yang tidak tahu diri. Naudzubillahi mindzalik…

Cara Agar Menjadi Bidadari Surga


Syurga hanya diperuntukkan sebagai ganjaran bagi hamba-hamba الله yang sholeh, yang taat terhadap perintah-NYA dan menjauhi segala larangan-NYA. الله سبحانا وتعاﱃ menceritakan berbagai macam fasilitas dan kenikmatan yang didapatkan di dalam syurga agar manusia tertarik dan termotivasi untuk beramal shaleh (soleh), bergegas untuk beribadah dan berlumba dalam kebaikan.

Ketika kita membuka lembaran-lembaran ayat suci الْقُرْآنَ, kita menemukan bahwa الله سبحانا وتعاﱃ ketika menyebut amalan shaleh, DIA mengiringinya dengan menyebut ganjaran pahala dan perolehan syurga yang dihiasai dengan sungai-sungai yang mengalir di bawahnya, berbagai macam buah-buahan kesukaan manusia.

Kebun yang indah, istana megah yang terbuat dari emas dan mutiara, tempat tidur, permadani dan bantal dari emas dan permata. Tak ada kehidupan yang paling indah selain di alam syurga sana.

Selain itu, الله سبحانا وتعاﱃ juga menceritakan bahwa di dalamnya terdapat BIDADARI-BIDADARI cantik bermata jeli yang menjadi isteri bagi kaum Adam yang berada di Syurga.

Dalilnya adalah firman الله سبحانا وتعاﱃ dalam surat Ar Rahman, ayat 56-60, artinya:

"Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)."

dan surat al Waaqi'ah, ayat 35-38, artinya:

"Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya,"

الله juga berfirman (yang artinya):

“Tetapi hamba-hamba الله yang dibersihkan (dari dosa). Mereka itu memperoleh rezki yang tertentu, yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan, di dalam syurga-syurga yang penuh nikmat, di atas tahta tahta kebesaran berhadap-hadapan. Diedarkan kepada mereka gelas yang berisi khamer dari sungai yang mengalir. Warnanya putih bersih, sedap rasanya bagi orang orang yang minum. Tidak ada dalam khamer itu al kohol dan mereka tiada mabuk karenanya. Disisi mereka ada BIDADARI-BIDADARI yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya, seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik.” (Ash Shaaffaat, 40-49)

Kenapa الله سبحانا وتعاﱃ menceritakan BIDADARI bermata jeli yang merupakan isteri untuk kaum lelaki syurga dan tidak menceritakan suami-suami untuk kaum wanita?

الله menciptakan putera-putera Adam dengan tabiat yang unik, yaitu sangat tertarik dan senang terhadap wanita yang cantik. Anak Adam ini sanggup berkorban dan melakukan apa saja untuk mendapatkan wanita yang disukainya. Maka الله سبحانا وتعاﱃ menyebut para BIDADARI yang cantik, bermata jeli sebagai ganjaran bagi mereka yang beriman. Dengan tujuan, agar anak Adam yang penuh ego ini tertarik dan berlumba-lumba beribadah kepada الله, antusias (Eng: enthusiastic) beramal shaleh, dan berbuat baik terhadap sesama dan lingkungan alam sekitarnya.

Berbeda dengan wanita yang memiliki sifat malu, bahkan sangat malu sekali. Tabiat wanita sekalipun suka terhadap lelaki namun perasaan malu yang dimilikinya dapat menahan dirinya untuk menampakan rasa suka itu.

Muslim Newly-wed Couple
Dengan demikian الله سبحانا وتعاﱃ tidak mendorong dan memotivasi kaum hawa untuk beramal shaleh dengan cara menceritakan ganjaran yang membuat mereka malu ketika dibaca atau didengar. Misalnya, dengan menceritakan keperkasaan, ketampanan, keanggunan, dan keshalehan pasangan yang mereka dapatkan di syurga kelak.

الله سبحانا وتعاﱃ tidak memotiviasi mereka dengan hal seperti itu. Namun dengan tidak menyebut pasangan yang mereka dapatkan, bukan berarti الله سبحانا وتعاﱃ tidak memberikan pasangan di syurga. Wanita sholehah yang tidak menikah di dunia atau wanita sholehah yang sudah menikah di dunia tetapi suaminya kelak masuk nereka, mereka akan mendapatkan pasangan lelaki perkasa, tampan, penuh romantis dari golongan manusia yang menyejukan hati dan pandangan mata mereka di dalam syurga.

Bagaimanapun cantik jelitanya BIDADARI di Syurga sana, namun tetap lebih cantik dan mulia wanita sholehah yang pernah hidup di dunia. Disebabkan ibadah dan ketaatan yang mereka lakukan semasa hidup di dunia. Mereka tidak akan mengalami rasa letih, tidak akan tua dan mereka akan tetap perawan selama-lamanya. Subhanallah...

Dari Aisyah Radhiyallahu anha, ﺮﺴﻮلﷲ صلی الله علیﻪ و سلم bersabda :

“Sungguh syurga itu tidak dimasuki oleh wanita tua, sesungguh الله apabila memasukan mereka kedalam syurga DIA akan merubahnya menjadi perawan-perawan. (HR Ath Thabrani)

(Hadis ini dhaif, karena di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Mus'idah Bin al Yasa', dia adalah perawi lemah. Begitu penuturan Ibnu Hajr al Haitsami dalam kitab Majmauz zawaidnya.)

Di dalam syurga tidak ada seorangpun manusia yang tidak memperoleh pasangan, baik laki-laki maupun wanita. Sebagaimana hadis ﺮﺴﻮلﷲ صلی الله علیﻪ و سلم yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya dari Abu Hurairah رضي الله عنه beliau bersabda (artinya):

”Tidak ada seorang pun di dalam syurga itu yang sendirian (tidak mempunyai pasangan)."

Jadi baik laki-laki atau perempan penghuni syurga yang tidak mendapatkan pasangan di dunia, الله akan menikahkan mereka di syurga kelak dengan pasangan penghuni syurga.

Tidak usah merasa terzalimi karena sekedar الله tidak menyebutkan pasangan bagi kaum wanita di Syurga kelak. الله سبحانا وتعاﱃ Maha Adil terhadap hamba-NYA, tak ada seorang hambapun yang dizalimi-NYA.



الله a'lam bisshawab.

Menghadapi Usia 40 Tahun Menurut Al Quran

Jangan menunda berbuat kebaikan, karena tidak ada yg tahu umur kita kecuali ALLAH SWT

Umur 40 tahun adalah Usia yang matang bagi seseorang dalam berfikir dan bertindak oleh karena itu mudahlah dimengerti jika batas nasib seseorang ditentukan saat mencapai umur 40 tahun

Sebagai orang Islam akan mudah memahami hal ini karena , Allah sebagai pencipta manusia memberi perhatian khusus pada umur 40 tahun yaitu dalam Al-Quran Surat Al-Ahqaf yat ke 15

Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ayyuhal Walad :
“Barangsiapa yang telah melampui usia 40 tahun , tak jua bertaubat, sedangkan kebaikannya tidak dapat mengalahkan kejahatannya, maka hendaklah dia mempersiapkan dirinya untuk masuk kedalam Neraka” Wallahu a'lam.

Bukankah tidak ada yang tahu pasti kapan umur kita ...
Boleh jadi ketika hendak bertaubat di usia 60, namun Allah telah memanggil pulang diusia 41 .. atau bahkan di usia 20 - 30 ... tidak ada yang mampu menjamin umur kita sampai besok.

Bertaubatlah saudaraku,
Sebelum ajal menjemput .. dan diri tak membawa bekal yang cukup untuk kehidupan yang abadi ..

Nasehat usia 40 tahun, Jadi sudah seharusnya  :


1. Berbuat lebih baik kepada kedua Orang tua, karena atas perjuangannya kita bisa menjadi seperti sekarang ini.

2.Mensyukuri nikmat yang telah diberikan Allah kepada kita dengan banyak berbuat baik dan beramal saleh yg diridhoi oleh Allah SWT dan menambah amalan dalam beribadah.

3.Bertaubat dan berserah diri yang artinya tidak berbuat dosa dan maksiat serta berserah diri bahwa segala sesuatu datangnya dari Allah dan akan kembali lagi kepadaNya

Nasib Baik dan Buruk kita bukan tergantung pada orang lain tapi tergantung pada diri kita sendiri” Oleh karena itu bersegeralah untuk mengubah nasib kita baik di Dunia maupun di Akhirat .


Firman Allah dalam Surat. Ali-Imran ayat 133 :

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (QS. 3:133)

Tips Cara Bersabar Menghadapi Masalah

Cara bersabar menghadapi cobaan, TERDAPAT beberapa faktor yang... dapat membantu seorang hamba untuk dapat melaksanakan kesabaran jenis kedua (yaitu bersabar ketika disakiti orang lain, ed). [Di antaranya adalah sebagai berikut:]

PERTAMA

Hendaknya dia mengakui bahwa ALLAH سبحانا وتعاﱃ adalah Zat yang menciptakan segala perbuatan hamba, baik itu gerakan, diam dan keinginannya. Maka segala sesuatu yang dikehendaki ALLAH untuk terjadi, pasti akan terjadi. Dan segala sesuatu yang tidak dikehendaki ALLAH untuk terjadi, maka pasti tidak akan terjadi.

Sehingga, tidak ada satupun benda meski seberat dzarrah (semut kecil, ed) yang bergerak di alam ini melainkan dengan izin dan kehendak ALLAH. Oleh karenanya, hamba adalah ‘alat’. Lihatlah kepada Zat yang menjadikan pihak lain menzalimimu dan janganlah anda melihat tindakannya terhadapmu. (Apabila anda melakukan hal itu), maka anda akan terbebas dari segala kedongkolan dan kegelisahan.


KEDUA

Hendaknya seorang mengakui akan segala dosa yang telah diperbuatnya dan mengakui bahwasanya tatkala ALLAH menjadikan pihak lain menzalimi (dirinya), maka itu semua dikarenakan dosa-dosa yang telah dia perbuat sebagaimana firman ALLAH سبحانا وتعاﱃ,

•••• “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka itu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan ALLAH memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy Syuura: 30).

Apabila seorang hamba mengakui bahwa segala musibah yang menimpanya dikarenakan dosa-dosanya yang telah lalu, maka dirinya akan sibuk untuk bertaubat dan memohon ampun kepada ALLAH atas dosa-dosanya yang menjadi sebab ALLAH menurunkan musibah tersebut. Dia justru sibuk melakukan hal itu dan tidak menyibukkan diri mencela dan mengolok-olok berbagai pihak yang telah menzaliminya.

(Oleh karena itu), apabila anda melihat seorang yang mencela manusia yang telah menyakitinya dan justru tidak mengoreksi diri dengan mencela dirinya sendiri dan beristighfar kepada ALLAH, maka ketahuilah (pada kondisi demikian) musibah yang dia alami justru adalah musibah yang hakiki.

(Sebaliknya) apabila dirinya bertaubat, beristighfar dan mengucapkan, “Musibah ini dikarenakan dosa-dosaku yang telah saya perbuat.” Maka (pada kondisi demikian, musibah yang dirasakannya) justru berubah menjadi kenikmatan.

Ali bin Abi Thalib radliALLAHu ‘anhu pernah mengatakan sebuah kalimat yang indah,

“Hendaknya seorang hamba hanya berharap kepada Rabb-nya dan hendaknya dia takut terhadap akibat yang akan diterima dari dosa-dosa yang telah diperbuatnya.” [1]
Dan terdapat sebuah atsar yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Tholib dan selainnya, beliau mengatakan,

“Musibah turun disebabkan dosa dan diangkat dengan sebab taubat.”


KETIGA

Hendaknya seorang mengetahui pahala yang disediakan oleh ALLAH سبحانا وتعاﱃ bagi orang yang memaafkan dan bersabar (terhadap tindakan orang lain yang menyakitinya). Hal ini dinyatakan dalam firman-NYA,

•••• “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) ALLAH. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Asy Syuura: 40).

Ditinjau dari segi penunaian balasan, manusia terbagi ke dalam tiga golongan, yaitu

[1] golongan yang zalim karena melakukan pembalasan yang melampaui batas,

[2] golongan yang moderat yang hanya membalas sesuai haknya dan

[3] golongan yang muhsin (berbuat baik) karena memaafkan pihak yang menzalimi dan justru meniggalkan haknya untuk membalas.

ALLAH سبحانا وتعاﱃ menyebutkan ketiga golongan ini dalam ayat di atas, bagian pertama bagi mereka yang moderat, bagian kedua diperuntukkan bagi mereka yang berbuat baik dan bagian akhir diperuntukkan bagi mereka yang telah berbuat zalim dalam melakukan pembalasan (yang melampaui batas).

(Hendaknya dia juga) mengetahui panggilan malaikat di hari kiamat kelak yang akan berkata,

أَلاَ لِيَقُمْ مَنْ وَجَبَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ

•••• “Perhatikanlah! Hendaknya berdiri orang-orang yang memperoleh balasan yang wajib ditunaikan oleh ALLAH!” [2]

(Ketika panggilan ini selesai dikumandangkan), tidak ada orang yang berdiri melainkan mereka yang (sewaktu di dunia termasuk golongan) yang (senantiasa) memaafkan dan bersabar (terhadap gangguan orang lain kepada dirinya).

Apabila hal ini diiringi dengan pengetahuan bahwa segala pahala tersebut akan hilang jika dirinya menuntut dan melakukan balas dendam, maka tentulah dia akan mudah untuk bersabar dan memaafkan (setiap pihak yang telah menzaliminya).


KEEMPAT

Hendaknya dia mengetahui bahwa apabila dia memaafkan dan berbuat baik, maka hal itu akan menyebabkan hatinya selamat dari (berbagai kedengkian dan kebencian kepada saudaranya) serta hatinya akan terbebas dari keinginan untuk melakukan balas dendam dan berbuat jahat (kepada pihak yang menzaliminya).

 (Sehingga) dia memperoleh kenikmatan memaafkan yang justru akan menambah kelezatan dan manfaat yang berlipat-lipat, baik manfaat itu dirasakan sekarang atau nanti.

Manfaat di atas tentu tidak sebanding dengan “kenikmatan dan manfaat” yang dirasakannya ketika melakukan pembalasan. Oleh karenanya, (dengan perbuatan di atas), dia (dapat) tercakup dalam firman ALLAH سبحانا وتعاﱃ,

وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

•••• “ALLAH menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran: 134).

(Dengan melaksanakan perbuatan di atas), dirinya pun menjadi pribadi yang dicintai ALLAH. Kondisi yang dialaminya layaknya seorang yang kecurian satu dinar, namun dia malah menerima ganti puluhan ribu dinar. (Dengan demikian), dia akan merasa sangat gembira atas karunia ALLAH yang diberikan kepadanya melebihi kegembiraan yang pernah dirasakannya.


KELIMA

Hendaknya dia mengetahui bahwa seorang yang melampiaskan (BM: melepaskan)dendam semata-mata untuk kepentingan nafsunya, maka hal itu hanya akan mewariskan kehinaan di dalam dirinya. Apabila dia memaafkan, maka ALLAH justru akan memberikan kemuliaan kepadanya. Keutamaan ini telah diberitakan oleh Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلم melalui sabdanya,

وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا

•••• “Kemuliaan hanya akan ditambahkan oleh ALLAH kepada seorang hamba yang bersikap pemaaf.”[3]
(Berdasarkan hadits di atas) kemuliaan yang diperoleh dari sikap memaafkan itu (tentu) lebih disukai dan lebih bermanfaat bagi dirinya daripada kemuliaan yang diperoleh dari tindakan pelampiasan dendam. Kemuliaan yang diperoleh dari pelampiasan dendam adalah kemuliaan lahiriah semata, namun mewariskan kehinaan batin. (Sedangkan) sikap memaafkan (terkadang) merupakan kehinaan di dalam batin, namun mewariskan kemuliaan lahir dan batin.


KEENAM

Dan hal ini merupakan salah satu faktor yang paling bermanfaat-, yaitu hendaknya dia mengetahui bahwa setiap balasan itu sesuai dengan amalan yang dikerjakan. (Hendaknya dia menyadari) bahwa dirinya adalah seorang yang zalim lagi pendosa. Begitupula hendaknya dia mengetahui bahwa setiap orang yang memaafkan kesalahan manusia terhadap dirinya, maka ALLAH pun akan memaafkan dosa-dosanya.

Dan orang yang memohonkan ampun setiap manusia yang berbuat salah kepada dirinya, maka ALLAH pun akan mengampuninya. Apabila dia mengetahui pemaafan dan perbuatan baik yang dilakukannya kepada berbagai pihak yang menzalimi merupakan sebab yang akan mendatangkan pahala bagi dirinya, maka tentulah (dia akan mudah) memaafkan dan berbuat kebajikan dalam rangka (menebus) dosa-dosanya. Manfaat ini tentu sangat mencukupi seorang yang berakal (agar tidak melampiaskan dendamnya).


KETUJUH

Hendaknya dia mengetahui bahwa apabila dirinya disibukkan dengan urusan pelampiasan dendam, maka waktunya akan terbuang sia-sia dan hatinya pun akan terpecah (tidak dapat berkonsentrasi untuk urusan yang lain-pent).

Berbagai manfaat justru akan luput dari genggamannya. Dan kemungkinan hal ini lebih berbahaya daripada musibah yang ditimbulkan oleh berbagai pihak yang menzhaliminya. Apabila dia memaafkan, maka hati dan fisiknya akan merasa “fresh” untuk mencapai berbagai manfaat yang tentu lebih penting bagi dirinya daripada sekedar mengurusi perkara pelampiasan dendam.


KEDELAPAN

Sesungguhnya pelampiasan (pelepasan) dendam yang dilakukannya merupakan bentuk pembelaan diri yang dilandasi oleh keinginan melampiaskan hawa nafsu.

Rasulullah صلیﷲ علیﻪ و سلم tidak pernah melakukan pembalasan yang didasari keinginan pribadi, padahal menyakiti beliau termasuk tindakan menyakiti ALLAH سبحانا وتعاﱃ dan menyakiti beliau termasuk di antara perkara yang di dalamnya berlaku ketentuan ganti rugi.

Jiwa beliau adalah jiwa yang termulia, tersuci dan terbaik. Jiwa yang paling jauh dari berbagai akhlak yang tercela dan paling berhak terhadap berbagai akhlak yang terpuji. Meskipun demikian, beliau tidak pernah melakukan pembalasan yang didasari keinginan pribadi (jiwanya) (terhadap berbagai pihak yang telah menyakitinya).

Maka bagaimana bisa salah seorang diantara kita melakukan pembalasan dan pembelaan untuk diri sendiri, padahal dia tahu kondisi jiwanya sendiri serta kejelekan dan aib yang terdapat di dalamnya? Bahkan, seorang yang arif tentu (menyadari bahwa) jiwanya tidaklah pantas untuk menuntut balas (karena aib dan kejelekan yang dimilikinya) dan (dia juga mengetahui bahwa jiwanya) tidaklah memiliki kadar kedudukan yang berarti sehingga patut untuk dibela.


KESEMBILAN

Apabila seorang disakiti atas tindakan yang dia peruntukkan kepada ALLAH (ibadah-pent), atau dia disakiti karena melakukan ketaatan yang diperintahkan atau karena dia meninggalkan kemaksiatan yang terlarang, maka (pada kondisi demikian), dia wajib bersabar dan tidak boleh melakukan pembalasan. Hal ini dikarenakan dirinya telah disakiti (ketika melakukan ketaatan) di jalan ALLAH, sehingga balasannya menjadi tanggungan ALLAH.

Oleh karenanya, ketika para mujahid yang berjihad di jalan ALLAH kehilangan nyawa dan harta, mereka tidak memperoleh ganti rugi karena ALLAH telah membeli nyawa dan harta mereka.

Dengan demikian, ganti rugi menjadi tanggungan ALLAH, bukan di tangan makhluk. Barangsiapa yang menuntut ganti rugi kepada makhluk (yang telah menyakitinya), tentu dia tidak lagi memperoleh ganti rugi dari ALLAH. Sesungguhnya, seorang yang mengalami kerugian (karena disakiti) ketika beribadah di jalan ALLAH, maka ALLAH berkewajiban memberikan gantinya.

Apabila dia tersakiti akibat musibah yang menimpanya, maka hendaknya dia menyibukkan diri dengan mencela dirinya sendiri. Karena dengan demikian, dirinya tersibukkan (untuk mengoreksi diri dan itu lebih baik daripada) dia mencela berbagai pihak yang telah menyakitinya.

Apabila dia tersakiti karena harta, maka hendaknya dia berusaha menyabarkan jiwanya, karena mendapatkan harta tanpa dibarengi dengan kesabaran merupakan perkara yang lebih pahit daripada kesabaran itu sendiri.

Setiap orang yang tidak mampu bersabar terhadap panas terik di siang hari, terpaan hujan dan salju serta rintangan perjalanan dan gangguan perampok, maka tentu dia tidak usah berdagang.

Realita ini diketahui oleh manusia, bahwa setiap orang yang memang jujur (dan bersungguh-sungguh) dalam mencari sesuatu, maka dia akan dianugerahi kesabaran dalam mencari sesuatu itu sekadar kejujuran (dan kesungguhan) yang dimilikinya.


KESEPULUH

Hendaknya dia mengetahui kebersamaan, kecintaan ALLAH dan ridl(h)a-NYA kepada dirinya apabila dia bersabar. Apabila ALLAH membersamai seorang, maka segala bentuk gangguan dan bahaya -yang tidak satupun makhluk yang mampu menolaknya- akan tertolak darinya. ALLAH سبحانا وتعاﱃ berfirman,

وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ

•••• “ALLAH menyukai orang-orang yang bersabar.” (Ali ‘Imran: 146).


KESEBELAS

Hendaknya dia mengetahui bahwa kesabaran merupakan sebagian daripada iman. Oleh karena itu, sebaiknya dia tidak mengganti sebagian iman tersebut dengan pelampiasan dendam. Apabila dia bersabar, maka dia telah memelihara dan menjaga keimanannya dari aib (kekurangan). Dan ALLAH-lah yang akan membela orang-orang yang beriman.


KEDUA BELAS

Hendaknya dia mengetahui bahwa kesabaran yang dia laksanakan merupakan hukuman dan pengekangan terhadap hawa nafsunya. Maka tatkala hawa nafsu terkalahkan, tentu nafsu tidak mampu memperbudak dan menawan dirinya serta menjerumuskan dirinya ke dalam berbagai kebinasaan.

Tatkala dirinya tunduk dan mendengar hawa nafsu serta terkalahkan olehnya, maka hawa nafsu akan senantiasa mengiringinya hingga nafsu tersebut membinasakannya kecuali dia memperoleh rahmat dari Rabb-nya.

Kesabaran mengandung pengekangan terhadap hawa nafsu berikut setan yang (menyusup masuk di dalam diri). Oleh karenanya, (ketika kesabaran dijalankan), maka kerajaan hati akan menang dan bala tentaranya akan kokoh dan menguat sehingga segenap musuh akan terusir.


KETIGA BELAS

Hendaknya dia mengetahui bahwa tatkala dia bersabar , maka tentu ALLAH-lah yang menjadi penolongnya. Maka ALLAH adalah penolong bagi setiap orang yang bersabar dan memasrahkan setiap pihak yang menzaliminya kepada ALLAH.

Barangsiapa yang membela hawa nafsunya (dengan melakukan pembalasan), maka ALLAH akan menyerahkan dirinya kepada hawa nafsunya sendiri sehingga dia pun menjadi penolongnya.

Jika demikian, apakah akan sama kondisi antara seorang yang ditolong ALLAH, sebaik-baik penolong dengan seorang yang ditolong oleh hawa nafsunya yang merupakan penolong yang paling lemah?


KEEMPAT BELAS

Kesabaran yang dilakukan oleh seorang akan melahirkan penghentian kezhaliman dan penyesalan pada diri musuh serta akan menimbulkan celaan manusia kepada pihak yang menzalimi. Dengan demikian, setelah menyakiti dirinya, pihak yang zhalim akan kembali dalam keadaan malu terhadap pihak yang telah dizaliminya. Demikian pula dia akan menyesali perbuatannya, bahkan bisa jadi pihak yang zalim akan berubah menjadi sahabat karib bagi pihak yang dizhalimi. Inilah makna firman ALLAH سبحانا وتعاﱃ,

ô ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35)

•••• “Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (Fushshilaat: 34-35).


KELIMA BELAS

Terkadang pembalasan dendam malah menjadi sebab yang akan menambah kejahatan sang musuh terhadap dirinya. Hal ini juga justru akan memperkuat dorongan hawa nafsu serta menyibukkan pikiran untuk memikirkan berbagai bentuk pembalasan yang akan dilancarkan sebagaimana hal ini sering terjadi.

Apabila dirinya bersabar dan memaafkan pihak yang menzhaliminya, maka dia akan terhindar dari berbagai bentuk keburukan di atas. Seorang yang berakal, tentu tidak akan memilih perkara yang lebih berbahaya.

Betapa banyak pembalasan dendam justru menimbulkan berbagai keburukan yang sulit untuk dibendung oleh pelakunya. Dan betapa banyak jiwa, harta dan kemuliaan yang tetap langgeng (Eng: permanent, BM: kekela, tetap) ketika pihak yang dizalimi menempuh jalan memaafkan.


KEENAM BELAS

Sesungguhnya seorang yang terbiasa membalas dendam dan tidak bersabar mesti akan terjerumus ke dalam kezaliman. Karena hawa nafsu tidak akan mampu melakukan pembalasan dendam dengan adil, baik ditinjau dari segi pengetahuan (maksudnya hawa nafsu tidak memiliki parameter yang pasti yang akan menunjukkan kepada dirinya bahwa pembalasan dendam yang dilakukannya telah sesuai dengan kezaliman yang menimpanya, pent-) dan kehendak (maksudnya ditinjau dari segi kehendak, hawa nafsu tentu akan melakukan pembalasan yang lebih, pent-).

Terkadang, hawa nafsu tidak mampu membatasi diri dalam melakukan pembalasan dendam sesuai dengan kadar yang dibenarkan, karena kemarahan (ketika melakukan pembalasan dendam) akan berjalan bersama pemiliknya menuju batas yang tidak dapat ditentukan (melampaui batas, pent-). Sehingga dengan demikian, posisi dirinya yang semula menjadi pihak yang dizalimi, yang menunggu pertolongan dan kemuliaan, justru berubah menjadi pihak yang zalim, yang akan menerima kehancuran dan siksaan.


KETUJUH BELAS

Kezaliman yang diderita akan menjadi sebab yang akan menghapuskan berbagai dosa atau mengangkat derajatnya. Oleh karena itu, apabila dia membalas dendam dan tidak bersabar, maka kezaliman tersebut tidak akan menghapuskan dosa dan tidakpula mengangkat derajatnya.


KEDELAPAN BELAS

Kesabaran dan pemaafan yang dilakukannya merupakan pasukan terkuat yang akan membantunya dalam menghadapi sang musuh.

Sesungguhnya setiap orang yang bersabar dan memaafkan pihak yang telah menzaliminya, maka sikapnya tersebut akan melahirkan kehinaan pada diri sang musuh dan menimbulkan ketakutan terhadap dirinya dan manusia. Hal ini dikarenakan manusia tidak akan tinggal diam terhadap kezaliman yang dilakukannya tersebut, meskipun pihak yang dizalimi mendiamkannya. Apabila pihak yang dizalimi membalas dendam, seluruh keutamaan itu akan terluput darinya.

Oleh karena itu, anda dapat menjumpai sebagian manusia, apabila dia menghina atau menyakiti pihak lain, dia akan menuntut penghalalan dari pihak yang telah dizaliminya. Apabila pihak yang dizalimi mengabulkannya, maka dirinya akan merasa lega dan beban yang dahulu dirasakan akan hilang.


KESEMBILAN BELAS

Apabila pihak yang dizalimi memaafkan sang musuh, maka hati sang musuh akan tersadar bahwa kedudukan pihak yang dizalimi berada di atasnya dan dirinya telah menuai keuntungan dari kezaliman yang telah dilakukannya. Dengan demikian, sang musuh akan senantiasa memandang bahwa kedudukan dirinya berada di bawah kedudukan pihak yang telah dizaliminya. Maka tentu hal ini cukup menjadi keutamaan dan kemuliaan dari sikap memaafkan.


KEDUA PULUH

Apabila seorang memaafkan, maka sikapnya tersebut merupakan suatu kebaikan yang akan melahirkan berbagai kebaikan yang lain, sehingga kebaikannya akan senantiasa bertambah.

Sesungguhnya balasan bagi setiap kebaikan adalah kontinuitas kebaikan (kebaikan yang berlanjut), sebagaimana balasan bagi setiap keburukan adalah kontinuitas keburukan (keburukan yang terus berlanjut). Dan terkadang hal ini menjadi sebab keselamatan dan kesuksesan abadi. Apabila dirinya melakukan pembalasan dendam, seluruh hal itu justru akan terluput darinya.

الحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات[4]


Diterjemahkan dari risalah Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -semoga ALLAH merahmati beliau-


Penerjemah: Muhammad Nur Ichwan Muslim

Dan sifat sabar termasuk salah satu ciri yang melekat pada diri para Rasul manusia-manusia paling mulia di atas muka bumi. Allah Ta’ala berfirman, :::: “Sungguh para Rasul sebelum engkau (Muhammad) telah didustakan maka mereka pun bersabar terhadap pendustaan itu, dan mereka disakiti hingga tibalah pertolongan Kami.” (Al An’am: 34) :::: Demikianlah betapa agungnya sabar. Sampai-sampai Rasul bersabda, :::: “Sesungguhnya datangnya kemenangan itu bersama dengan kesabaran.” (Arba’in no. 19) ::::







 

Wednesday, April 8, 2020

Keutaman Keutamaan Orang Miskin Yang Sabar

Artikel kali ini akan membahas tentang Keutaman Keutamaan Orang Miskin Yang Sabar, Dikisahkan ketika pada zaman Rasulullah datanglah orang-orang kaya yang mau beriman apabila mereka disatukan dalam satu majelis, dan dipisahkan dengan majelis orang-orang miskin.

Mereka berkata :"Ya Muhammad , singkirkan orang-orang miskin itu dari majelismu, hingga kami nanti akan duduk menyertaimu. Mereka adalah golongan rakyat kecil, kaum bawahan. Sedangkan kami adalah kaum terpandang dan para tokoh masyarakat.

Awalnya Nabi hendak menyetujui karena tertarik dengan janji mereka untuk beriman, namun malaikat jibril segera turun menyampaikan wahyu Allah dalam Surat Al Kahfi ayat 28 yang berbunyi :

" BERSABARLAH (TETAP) BESERTA ORANG-ORANG YANG MENYEMBAH TUHANMU DI PAGI DAN SORE HARI, SEMATA KARENA MENGHARAP RIDHONYA. DAN JANGANLAH KEDUA MATAMU BERPALING DARI MEREKA , HANYA SEBAB MENGHARAP PERHIASAN KEHIDUPAN DUNIA INI. DAN JANGAN PULA MENGIKUTI ORANG YANG HATINYA TELAH LUPA DARI MENEYBUT KAMI SERTA MENURUTI HAWA NAFSUNYA, DAN PERKARANYA ITU ADALAH MELEWATI BATAS."
( AL KAHFI 28)


dan Surah Al An'am : 52

JANGAN KAU SINGKIRKAN ORANG-ORANG YANG SELLAU MENYEMBAH TUHANMU DI PAGI DAN SORE HARI SEMATA MENGHARAP RIDHANYA. TIADA BEBAN SEDIKITPUN KEPADAMU DARI PERBUATAN MEREKA, DAN MEREKAPUN TIDAK BERTANGGUNGJAWAB SEDIKITPUN DARI PERBUATANMU. JIKA SAMPAI TERJADI PENYINGKIRAN MEREKA, MENGAKIBATKAN KAMI MASUK GOLONGAN PENGANIAYA


Dari Anas ra, Rasullullah SAW berkata : "Orang-orang fakir menyuruh salah satu utusannya untuk menghadap Nabi.

Mereka berkata :Ya Rasul, orang-orang kaya dapat memboyong kebaikan seluruhnya, mereka bisa berhaji, bersedekah , memerdekakan budak, dan ketika sakit mereka dapat menyuruh dengan kelebihan harta mereka sebagai tabungan, namun kami tidak bisa.

Maka Nabi pun menjawab : Siapa yang diantara mu bersabar dan beriman penuh keikhlasan, maka bagimu 3 perkara yang tidak dimiliki oleh orang-orang kaya , yaitu :

1. Sesungguhnya di surga ada kamar2 yang terdiri dari intan merah, para penghuni sorgapun memandangnya seperti penduduk bumi melihat bintang2 di langit, padahal yang bisa memasukinya hanyalah para nabi, pejuang mati syahid dan para mukmin yang fakir/miskin.

2. Para mukmin yang fakir / miskin akan memasuki surga jauh sebelum mereka yang kaya , terpaut 1/2 HARI atau 500 TAHUN masamu di dunia. Dan nabi Sulaiman as pun masuk surga terpaut 40 tahun akibat kerajaan yang diberikan ALLAH ketika di dunia .

3. Ketika orang fakir bertasbih penuh keikhlasan, dan orang kaya pun bertasbih serupa, maka pahalanya jauh melebihi yang kaya, sekalipun dibarengi dengan bersedekah 10.000 dirham, demikian pula dalam hal aneka amal kebaikan lainnya.


Maka pulanglah utusan orang-orang  fakir tersebut dengan gembira , Kami rela dengan kefakiran ini ya ALLAH.


Abu Laits menjelaskan : Ada 5 kehormatan yang dimiliki orang-orang fakir, yaitu :

1. Pahala amal mereka lebih banyak dibandingkan dengan pahala orang kaya, baik shalat, sedekah dll.

2. Orang fakir/miskin apabila menginginkan sesuatu namun tidak terlaksana, maka ditentukan satu pahala baginya.

3. Mereka masuk surga lebih dahulu daripada orang kaya

4. Perhitungan amal mereka lebih ringan dibandingan dengan orang-orang kaya

5. Penyesalan merekapun lebih sedikit dibandingankan dengan orang kaya, sebab orang kaya kelak di akhirat mengharap sebagaimana keadaan orang2 fakir


Dari Umar ra bercerita : Pada suatau hari aku bertamu ke rumah Rasul SAW. Beliau tengah tiduran di alas tikar dann tikar tsb membekas pada lambung beliau. Kemuadian akupun melihat tempat gandumnya , tinggal segantang. Lalu aku menangis. Dab beliau pun menegurku : Kenapa engkau menangis ? Jawabku "Kisra dan kaisar , keduanya tidur diatas ranjang bersutera, bagaimana dengan engkau sebagai utusan Allah , aku melihatmu hanya sebagai seorang yang fakir.

Maka beliaupun bersabada : Wahai Umar , tidak relakah engkau jika bagian kesenangan hidup kita (mukmin) disimpan di akhirat , dan bagi mereka (kafir) di dunia. Mereka itulah kaum yang kebaikannya (kenikmatan dan kesenangan) disegerakan di dunia sekarang ini, sedangkan mereka di akhirat tiada bagian sama sekali.
(Dari Ibnu Malik atas Al- Masyariq)


Nabi bersabda : "Orang-orang fakir dari umatku kelak di hari kiamat tegak/bangun dengan wajah cerah bagaikan bulan dan rambut yang ditenun dengan mutiara dan intan merah, serta tangannya memegang gelas cahaya. Mereka duduk diatas mimbar cahaya, padahal umumnya manusia tengah menghadapi perhitungan amal masing2".

Dan para penghuni surga lainnya bertanya : Apakah mereka itu dari bangsa malaikat ?
Dijawab : Bukan

bahkan para malaikat ketika melihat pun bertanya : Apakah mereka dari bangsa nabi ?
Dijawab : Bukan

KAMI adalah dari umat Muhammad. Lalu amal apakah sehingga sampai pada derajat ini ? Amal kami tidak banyak, bahkan kami tidak pernah puasa terusan/sepanjang tahun, serta tidak pernah bangun malam. Hanya saja kami selalu memelihara sholat 5x berjamaah, dan ketika mendengar Nabi Muhammad disebut2 , bercucurlah air mata kami, disamping itu kami juga suka berdoa dengan hati khusu', serta bersyukur kepada Allah atas penderitaan fakir yang menimpa kami
(Zub'atul Wa'idhin)


Maka firman ALLAH : "Janganlah iri hati terhadap apa yang diberikan oleh ALLAH kepada orang lain, bagi kaum pria memperolah bagian dari hasil usahanya, dan kaum wanita juga memperoleh dari hasil usahanya. Mohonlah anugerah dari ALLAH. Sungguh ALLAH mengetahui segala sesuatu"
(AN-NISA 32)


AKAN TETAPI PERLU DIKETAHUI, BAHWA LEBIH DAHULU MASUK SURGA BUKAN BERARTI MENENTUKAN TINGGI RENDAH DERAJATNYA DI SURGA KELAK .
SEBAB ADA ORANG TERLAMBAT MASUK SURGA NAMUN DERAJATNYA LEBIH TINGGI DARI SEBELUMNYA, MISALNYA SEPERTI ORANG2 YANG MEMBELANJAKAN HARTANYA UNTUK HAL-HAL KEBAIKAN.


Marilah kita renungkan sejenak AL QURAN, SURAH AL-FAJR :

KEKAYAAN DAN KEMISKINAN ADALAH UJIAN TUHAN BAGI HAMBA2NYA .

15. Adapun manusia apabila Tuhan-nya Mengujinya lalu Dimuliakan-Nya Dan DiberiNya kesenangan , maka dia berkata : "Tuhan ku telah memuliakanku"

16. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rizkinya , maka dia berkata "Tuhanku telah menghinakanku "

17. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim

18. dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin

19. dan kami memakan harta dengan cara mencampurbaurkan yang halal dan yang haram

20. dan kamu MENCINTAI HARTA BENDA DENGAN KECINTAAN YANG BERLEBIHAN.



PENYESALAN MANUSIA YANG TENGGELAM DALAM KEHIDUPAN DUNIAWI DI HARI KIAMAT

21. Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi diguncangkan berturut-turut.

22. dan Datanglah Tuhanmu, sedang malaikat berbaris-baris

23. dan pada hari itu diperlihatkan nekara jahanam , dan pada hari itu ingatlah manusia, akan tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya.

24. Dia mengatakan : "alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal shaleh) untuk hidupku ini"

25. Maka pada hari itu tiada seorangpun yang menyiksa seperti SiksaNYA.



Ya Allah , jadikanlah tiap-tiap kelebihan rizki dan ilmu kami, memberikan manfaat bagi keluarga dan orang-orang di sekitar kami...
Tetapkan kami dalam indah syukur mencintaiMU ...
Jadikanlah setiap nikmat yang Engkau berikan menjadikan sarana bagi kami dlm melangkah menuju keridhoan dan kecintaanMu ...
Ya Rabb yang maha mengenggam setiap langkah dan hati kami ...
amin , Allahumma amin ...

Perbandingan Sholat 2 Rakaat Seorang Mukmin Dan Sujud Malaikat Jibril

Artikel kali ini akan membahas tentang Perbandingan Sholat 2 Rakaat Seorang Mukmin Dan Sujud Malaikat Jibril, Berikut ulasannya: Nabi bersabda :

Ketika Allah telah selesai menciptakan malaikat Jibril dengan bentuk bagus sekali , padanya 600 sayap, setiap sayap panjangnya mulai kutub timur sampai barat.
Lalu Jibril mengamati dirinya yang indah itu, seraya berkata :

Ya Allah , adalah makhluk ciptaanMU yang bagus melebihi aku ? JawabNYA : tidak ada.

Maka karena syukur yang timbul darinya, ia segera tegak melakukan shalat 2 rakaat , setiap rakaat dikerjakan selama 20.000 tahun.

Selesai shalat Allah berfirman : Ya Jibril, engkau telah menyembah kepadaKu dengan ibadah yang sejati, tiada orang yang beribadah seperti ibadahmu ini …

Akan tetapi ketahuilah jibril, nanti di akhir zaman akan hidup seorang Nabi Mulia Kekasih KU, bernama Muhammad, umatnya banyak lemah berbuat dosa, namun dengan sholat yang mereka kerjakan 2 rakaat dan hanya sebentar, diliputi dosa dan pikiran macam2 , demi Keagungan dan KemulyaanKu , sungguh sholat mereka lebih Kusenangi daripada sholatmu tadi , sebab sholat mereka atas dasar menaati perintahKu, sedangkan sholatmu tanpa perintahKu.

Sahut Jibril : Ya Allah , apakah anugerah Mu itu sebagai imbalan untuk mereka ?
JawabNya : Aku beri mereka sorga Ma’wa. Lalu Jibril mohon ijin untuk kepada Allah untuk meninjau lokasi nya dan Allahpun mengijinkannya.

Akhirnya Jibril berangkat, terbang denagn membuka sayapnya, setiap dua sayap terbuka mampu menempuh perjalanan sejauh 3000 tahun, demikian pula setiap menelungkupkan dua sayap tsb, mamapu menempuh sejauh 3000 tahun.

Alkisah , ia telah melakukan yang demikian itu selama 300 tahun, hingga ia merasa terlalu lelah dan istirahat di bawah bayangan pohon terbesar. Ia bersungkur sujud kepada Allah sambil berkata : Ya Allah , perjalananku ini apakah sudah dapat separohnya, atau sepertiganya atau baru seperempatnya ?

JawabNya : Ya Jibril, itu baru 300 tahun yang kau tempuh, bahkan kau tempuh lagi perjalanan sejauh 300.000 tahun dengan kecepatan yang sama, sebagaimanan Aku telah memberikan kekuatan padaMu, digandakan 2x kecepatan dan kekuatan yang ada padamu selama ini, maka kamu tidak mencapai 10 % dari beberapa puluh pahala yang Kuberikan bagi umat Muhammad SAW, sebagai imbalamn 2 rakaat atas sholat mereka .
(Misykatul Anwar)


Subhanallah … begitu cintanya ALLAH kepada hambanya .. lalu nikmat ALLAH manalagikah yang kita dustakan …

Ampunilah kami ya Rabb .. seluruh amal dan ibadah kami yang penuh lalai ini tidak akan mampu menandingi seluruh nikmat dan kecintaanMu kepada kami …

Kisah Pernikahan Nabi Muhammad SAW Dengan Khadijah

Artikel berikut akan membahas tentang Kisah Pernikahan Nabi Muhammad SAW Dengan Khadijah, Berikut ini ulasannya:

I. BERMIMPI MATAHARI TURUN KE RUMAHNYA


Ia adalah Khadijah r.a, seorang wanita janda, bangsawan, hartawan, cantik dan budiman. Ia disegani oleh masyarakat Quraisy khususnya, dan bangsa Arab pada umumnya. Sebagai seorang pengusaha, ia banyak memberikan bantuan dan modal kepada pedagang-pedagang atau melantik orang-orang untuk mewakili urusan-urusan perniagaannya ke luar negeri.

Banyak pemuka Quraisy yang ingin menikahinya dan sanggup membayar mas kawin berapa pun yang dikehendakinya, namun selalu ditolaknya dengan halus karena tak ada yang berkenan di hatinya. Pada suatu malam ia bermimpi melihat matahari turun dari langit, masuk ke dalam rumahnya serta memancarkan sinarnya ke merata tempat sehingga tiada sebuah rumah di kota Makkah yang luput dari sinarnya.

Mimpi itu diceritakan kepada anak bapa saudaranya yang bernama Waraqah bin Naufal. Dia seorang lelaki yang berumur lanjut, ahli dalam mentakbirkan mimpi dan ahli tentang sejarah bangsa-bangsa purba. Waraqah juga mempunyai pengetahuan luas dalam agama yang dibawa oleh Nabi-Nabi terdahulu.

Waraqah berkata: “Takwil dari mimpimu itu ialah bahwa engkau akan menikah kelak dengan seorang Nabi akhir zaman.”

“Nabi itu berasal dari negeri mana?” tanya Khadijah bersungguh-sungguh.
“Dari kota Makkah ini!” ujar Waraqah singkat.
“Dari suku mana?”
“Dari suku Quraisy juga.”
Khadijah bertanya lebih jauh: “Dari keluarga mana?”

“Dari keluarga Bani Hasyim, keluarga terhormat,” kata Waraqah dengan nada menghibur.
Khadijah terdiam sejenak, kemudian tanpa sabar meneruskan pertanyaan terakhir: “Siapakah nama bakal orang agung itu, hai anak bapa saudaraku?”

Orang tua itu mempertegas: “Namanya Muhammad SAW. Dialah bakal suamimu!”

Khadijah pulang ke rumahnya dengan perasaan yang luar biasa gembiranya. Belum pernah ia merasakan kegembiraan sedemikian hebat. Maka sejak itulah Khadijah sentiasa bersikap menunggu dari manakah gerangan kelak munculnya sang pemimpin itu.


II. NABI MUHAMMAD BERNIAGA



Muhammad, bakal suami wanita hartawan itu, adalah seorang yatim piatu yang miskin sejak kecilnya, dipelihara oleh bapa saudaranya, Abu Thalib, yang hidupnya pun serba kekurangan. Meskipun demikian, bapa saudaranya amat sayang kepadanya, menganggapnya seperti anak kandung sendiri, mendidik dan mengasuhnya sebaik-baiknya dengan adab, tingkah laku dan budi pekerti yang terpuji.

Pada suatu ketika, Abu Thalib berbincang-bincang dengan saudara perempuannya bernama ‘Atiqah mengenai diri Muhammad. Beliau berkata: “Muhammad sudah pemuda dua puluh empat tahun. Semestinyalah sudah kahwin. Tapi kita tak mampu mengadakan perbelanjaan, dan tidak tahu apa yang harus diperbuat.”

Setelah memikirkan segala ikhtiar, ‘Atiqah pun berkata: “Saudaraku, saya mendengar berita bahwa Khadijah akan memberangkatkan kafilah niaga ke negeri Syam dalam waktu dekat ini. Siapa yang berhubungan dengannya biasanya rezekinya bagus, diberkati Allah SWT. Bagaimana kalau kita pekerjakan Muhammad kepadanya? Saya kira inilah jalan untuk memperolehi nafkah, kemudian dicarikan isterinya.”

Abu Thalib menyetujui saran saudara perempuannya. Dirundingkan dengan Muhammad, ia pun tidak keberatan.

‘Atiqah mendatangi wanita hartawan itu, melamar pekerjaan bagi Muhammad, agar kiranya dapat diikut sertakan dalam kafilah niaga ke negeri Syam.

Khadijah, tatkala mendengar nama “Muhammad”, ia berfikir dalam hatinya: “Oh... inilah takbir mimpiku sebagaimana yang diramalkan oleh Waraqah bin Naufal, bahawa ia dari suku Quraisy dan dari keluarga Bani Hasyim, dan namanya Muhammad, orang terpuji, berbudi pekerti tinggi dan nabi akhir zaman.” Seketika itu juga timbullah hasrat di dalam hatinya untuk bersuamikan Muhammad, tetapi tidak dilahirkannya karena khuatir akan fitnah.

“Baiklah,” ujar Khadijah kepada ‘Atiqah, “saya terima Muhammad dan saya berterima kasih atas kesediaannya. Semoga Allah SWT melimpahkan berkatnya atas kita bersama.”. Wajah Khadijah cerah, tersenyum sopan, menyembunyikan apa yang tersudut di kalbunya.

Kemudian ia meneruskan: “Wahai ‘Atiqah, saya tempatkan setiap orang dalam rombongan niaga dengan penghasilan tinggi, dan bagi Muhammad SAW akan diberikan lebih tinggi dari biasanya.”

‘Atiqah berterima kasih, ia pulang dengan perasaan gembira menemui saudaranya, menceritakan kepadanya hasil perundingannya dengan wanita hartawan dan budiman itu. Abu Thalib menyambutnya dengan gembira.

Kedua bersaudara itu memanggil Muhammad SAW seraya berkata: “Pergilah anakanda kepada Khadijah r.a, ia menerima engkau sebagai pekerjanya. Kerjakanlah tugasmu sebaik-baiknya.”

Muhammad SAW menuju ke rumah wanita pengusaha itu. Sementara akan keluar dari pekarangan rumah bapa saudaranya, tiba-tibalah ia mencucurkan air mata kesedihan mengenang nasibnya. Tiada yang menyaksikannya dan menyertainya dalam kesedihan hati itu selain para malaikat langit dan bumi.


III. KESAKSIAN SEORANG RAHIB



Tatkala kafilah niaga itu siap akan berangkat, berkatalah Maisarah, kepala rombongan: “Hai Muhammad, pakailah baju bulu itu, dan peganglah bendera kafilah. Engkau berjalan di depan, menuju ke negeri Syam!”

Muhammad SAW melaksanakan perintah. Setelah iring-iringan keluar dari halaman memasuki jalan raya, tanpa sedar Muhammad SAW menangis kembali, tiada yang melihatnya kecuali Allah dan para malaikat-Nya. Dari mulutnya terucap suara kecil: “Aduh hai nasib! Dimana ayahku Abdullah, dimana ibuku Aminah.

Kiranyalah mereka menyaksikan nasib anakandanya yang miskin yatim piatu ini, yang justru lantaran ketiadaannyalah sehingga terbawa jadi buruh upahan ke negeri jauh. Aku tidak tahu apakah aku masih akan kembali lagi ke negeri ini, tanah tumpah darahku.”

Jeritan batin itu membuat para malaikat langit bersedih. Mereka memintakan rahmat baginya. Maisarah memperlakukan Muhammad SAW dengan agak istimewa, sesuai dengan wasiat Khadijah. Diberinya pakaian terhormat, kendaraan unta yang tangkas dengan segala perlengkapannya.

Perjalanan mengambil waktu beberapa hari. Terik matahari begitu panas sekali. Tetapi Muhammad SAW berjalan sentiasa dipayungi awan yang menaunginya hingga mereka berhenti di sebuah peristirahatan dekat rumah seorang Rahib Nasrani.

Muhammad SAW turun dari untanya, pergi berangin-angin melepaskan lelah di bawah pohon yang teduh.

Rahib keluar dari tempat pertapaannya. Ia terheran -heran melihat gumpalan awan menaungi kafilah dari Makkah, padahal tak pernah terjadi selama ini. Ia tahu apa arti tanda itu karena pernah dibacanya di dalam Kitab Taurat.

Rahib menyiapkan suatu perjamuan bagi kafilah itu dengan maksud untuk menyiasat siapa pemilik karamah dari kalangan mereka.

Semua anggota rombongan hadir dalam majlis perjamuan itu, kecuali Muhammad SAW seorang diri yang tinggal untuk menjaga barang-barang dan kenderaan. Ketika Rahib melihat awan itu tidak bergerak, tetap di atas kafilah, bertanyalah beliau: “Apakah di antara kalian masih ada yang tidak hadir di sini?”
Maisarah menjawab: “Hanya seorang yang tinggal untuk menjaga barang-barang.”

Rahib pergi menjemput Muhammad SAW dan terus menjabat tangannya, membawanya ke majlis perjamuan. Ketika Muhammad SAW. bergerak, Rahib memperhatikan awan itu turut bergerak pula mengikuti arah ke mana Muhammad SAW berjalan.

Dan di saat Muhammad SAW masuk ke ruangan perjamuan, Rahib keluar kembali menyaksikan awan itu, dan dilihatnya awan itu tetap di atas, tidak bergerak sedikit pun walaupun dihembus angin. Maka mengertilah ia siapa gerangan yang memiliki karamah dan keutamaan itu.

Rahib masuk kembali dan mendekati Muhammad SAW, bertanya: “Hai pemuda, dari negeri mana asalmu?”
“Dari Makkah”.
“Dari qabilah mana?” tanya sang Rahib.
“Dari Quraisy, tuan!”
“Dari keluarga siapa?”
“Keluarga Bani Hasyim.”
‘Siapa namamu?”
“Namaku, Muhammad.”

Serta merta ketika mendengar nama itu, Rahib berdiri dan terus memeluk Muhammad SAW serta menciumnya di antara kedua alisnya seraya mengucapkan: “Laa Ilaaha Illallaah, Muhammadar Rasulullah.”

Ia menatap wajah Muhammad SAW dengan perasaan takjub, seraya bertanya: “Sudikah engkau memperlihatkan tanda di badanmu agar jiwaku tenteram dan keyakinanku lebih mantap?”

“Tanda apakah yang tuan maksudkan?” tanya Muhammad SAW.
“Silakan buka bajumu supaya kulihat tanda akhir kenabian di antara kedua bahumu!”
Muhammad SAW. memperkenankannya, dimana Rahib tua itu melihat dengan jelas ciri-ciri yang dimaksudkan.

“Ya....ya....tertolong, tertolong!” seru Rahib. “Pergilah ke mana hendak pergi. Engkau terus ditolong!”
Rahib itu mengusap wajah Muhammad SAW, sambil menambahkan: “Hai hiasan di hari kemudian, hai pemberi syafa’at di akhirat, hai peribadi yang mulia, hai pembawa nikmat, hai nabi rahmat bagi seluruh alam!”

Dengan pengakuan demikian, Rahib dari Ahlil-Kitab itu telah menjadi seorang muslim sebelum Muhammad SAW. dengan rasmi menerima wahyu kerasulan dari langit.


IV. PADERI-PADERI YAHUDI GEMETAR KETAKUTAN



Pasar dibuka beberapa hari lamanya. Semua jualan laris dengan keuntungan berlipat ganda, mengatasi pengalaman yang sudah-sudah. Kebetulan pada saat itu bertepatan dengan hari Yahudi, yang dimeriahkan dengan upacara besar-besaran.

Muhammad SAW, Abu Bakar dan Maisarah keluar menonton keramaian itu. Tatkala Muhammad SAW memasuki tempat upacara untuk menyaksikan cara mereka beribadat, maka tiba-tiba berjatuhanlah semua lilin-lilin menyala yang bergantungan pada tali di sekitar ruangan, yang menyebabkan paderi-paderi Yahudi gementar ketakutan.

Seorang di antara mereka bertanya: “Alamat apakah ini?” Semuanya hairan, cemas dan ketakutan.
“Ini bererti ada orang asing yang hadir di sini,” jawab pengerusi upacara. “Kita baca dalam Taurat bahawa alamat ini akan muncul bilamana seorang lelaki bernama Muhammad SAW, Nabi akhir zaman, mendatangi hari raya agama Yahudi. Mungkinlah sekarang orang itu berada di ruangan kita ini. Carilah lelaki itu, dan kalau bertemu, segeralah tangkap!”

Abu Bakar r.a, sahabat Muhammad SAW sejak dari kecil, dan Maisarah, yang mendengar berita itu segera mendekati Muhammad SAW yang berdiri agak terpisah, dan mengajaknya keluar perlahan-lahan di tengah-tengah kesibukan orang yang berdesak-desakan keluar masuk ruangan.

Tanpa menunda waktu lagi, Maisarah segera memerintahkan kafilah berangkat pulang ke Makkah. Dengan demikian tertolonglah Muhammad SAW dari kejahatan orang-orang Yahudi.



V. NABI MUHAMMAD PULANG KE MAKKAH



Biasanya dalam perjalanan pulang, kira-kira jarak tujuh hari lagi mendekati Makkah, Maisarah mengirim seorang utusan kepada Khadijah r.a, memberitahukan bakal kedatangan kafilah serta perkara-perkara lain yang menyangkut perjalanan.

Maisarah menawarkan kepada Muhammad SAW: “Apakah engkau bersedia diutus membawa berita ke Makkah?”

Muhammad SAW berkata: “Ya, saya bersedia apabila ditugaskan”.

Pemimpin rombongan mempersiapkan unta yang cepat untuk dinaiki oleh utusan yang akan berangkat terlebih dahulu ke kota Makkah. Ia pun menulis sepucuk surat memberikan kepada majikannya bahwa perniagaan kafilah yang disertai Muhammad SAW mendapat hasil laba yang sangat memuaskan, dan menceritakan pula tentang pengalaman-pengalaman aneh yang berkaitan dengan diri Muhammad SAW.

Tatkala Muhammad SAW menuntun untanya dan sudah hilang dari pandangan mata, maka Allah SWT menyampaikan wahyu kepada malaikat Jibril a.s .:

“Hai Jibril, singkatkanlah bumi di bawah kaki-kaki unta Muhammad SAW! Hai Israfil, jagalah ia dari sebelah kanannya! Hai Mikail, jagalah ia dari sebelah kirinya! Hai awan, teduhilah ia di atas kepalanya!”

Kemudian Allah SWT mendatangkan ngantuk kepadanya sehingga baginda SAW tertidur nyenyak dan tiba-tiba telah sampai di Makkah dalam tempo yang cukup singkat. Saat terbangun, ia heran mendapati dirinya telah berada di pintu masuk kota kelahirannya. Baginda SAW sedar bahwa ini adalah mukjizat Tuhan kepadanya, lalu bersyukur memuji Zat Yang Maha Kuasa.

Sementara baginda SAW mengarahkan untanya menuju ke tempat Khadijah r.a, secara kebetulan Khadijah r.a pada saat itu sedang duduk sambil kepalanya keluar jendela memandangi jalan ke arah Syam, tiba-tiba dilihatnya Muhammad SAW di atas untanya dari arah bertentangan di bawah naungan awan yang bergerak perlahan-lahan di atas kepalanya.

Khadijah r.a menajamkan matanya, bimbang kalau-kalau tertipu oleh penglihatannya, sebab yang dilihatnya hanyalah Muhammad SAW sendirian tanpa rombongan, padahal telah dipesannya kepada Maisarah agar menjaganya sebaik-baik. Ia bertanya kepada wanita-wanita sahayanya yang duduk di sekitarnya: “Apakah kamu mengenali siapa pengendara yang datang itu?” sambil tangannya menunjuk ke arah jalan.

Seorang di antara mereka menjawab: “Seolah-olah Muhammad Al-Amiin, ya sayyidati!”
Kegembiraan Khadijah r.a terlukis dalam ucapannya: “Kalau benar Muhammad Al-Amiin, maka kamu akan kumerdekakan bilamana ia telah sampai!”

Tak lama kemudian muncullah Muhammad SAW di depan pintu rumah wanita hartawan itu, yang langsung menyambutnya dengan tutur sapa tulus ikhlas: “Kuberikan anda unta pilihan, tunggangan khusus dengan apa yang ada di atasnya.”

Muhammad SAW mengucapkan terima kasih, kemudian menyerahkan surat dari ketua rombongan. Ia minta izin pulang ke rumah bapa saudaranya setelah melaporkan tentang perniagaan mereka ke luar negeri.


VI. KHADIJAH MENAWARKAN DIRI



Muhammad Al-Amiin muncul di rumah Khadijah. Wanita usahawan itu berkata: “Hai Al-Amiin, katakanlah apa keperluanmu!” Suaranya ramah, bernada dermawan.

Dengan sikap merendahkan diri tapi tahu diharga dirinya, Muhammad SAW berbicara lurus, terus terang, meskipun agak malu-malu tetapi pasti. Katanya: “Kami sekeluarga memerlukan nafkah dari bahagianku dalam rombongan niaga.

Keluarga kami amat memerlukannya untuk mencarikan jodoh bagi anak saudaranya yang yatim piatu”. Kepalanya tertunduk, dan wanita hartawan itu memandangnya dengan penuh ketakjuban.

“Oh, itukah....! Muhammad, upah itu sedikit, tidak menghasilkan apa-apa bagimu untuk menutupi keperluan yang engkau maksudkan,” kata Khadijah r.a. “Tetapi biarlah, nanti saya sendiri yang mencarikan calon isteri bagimu”. Ia berhenti sejenak, meneliti. Kemudian meneruskan dengan tekanan suara memikat dan mengandungi isyarat: “Aku hendak mengahwinkanmu dengan seorang wanita bangsawan Arab.

Orangnya baik, kaya, diingini oleh banyak raja-raja dan pembesar-pembesar Arab dan asing, tetapi ditolaknya. Kepadanyalah aku hendak membawamu”. Khadijah tertunduk lalu melanjutkan: “Tetapi sayang, ada aibnya...! Dia dahulu sudah pernah bersuami. Kalau engkau mau maka dia akan menjadi pengkhidmat dan pengabdi kepadamu”.

Pemuda Al-Amiin tidak menjawab. Mereka sama-sama terdiam, sama-sama terpaku dalam pemikirannya masing-masing. Yang satu memerlukan jawapan, yang lainnya tak tahu apa mau dijawab.

Khadijah r.a tak dapat mengetahui apa yang terpendam di hati pemuda Bani Hasyim itu, pemuda yang terkenal dengan gelaran Al-Amiin (jujur). Pemuda Al-Amiin itupun mungkin belum mengetahui siapa kira-kira calon yang dimaksud oleh Khadijah r.a.

Ia minta izin untuk pulang tanpa sesuatu keputusan yang ditinggalkan. Ia menceritakan kepada bapa saudaranya: “Aku merasa amat tersinggung oleh kata-kata Khadijah r.a. Seolah-olah dia memandang enteng dengan ucapannya ini dan itu “anu dan anu....” Ia mengulangi apa yang dikatakan oleh perempuan kaya itu.

‘Atiqah juga marah mendengar berita itu. Dia seorang perempuan yang cepat naik darah kalau pihak yang dinilainya menyinggung kehormatan Bani Hasyim. Katanya: “Muhammad, kalau benar demikian, aku akan mendatanginya”.

‘Atiqah tiba di rumah Khadijah r.a dan terus menegurnya: “Khadijah, kalau kamu mempunyai harta kekayaan dan kebangsawan, maka kamipun memiliki kemuliaan dan kebangsawanan. Kenapa kamu menghina puteraku, anak saudaraku Muhammad?”

Khadijah r.a terkejut mendengarnya. Tak disangkanya bahawa kata-katanya itu akan dianggap penghinaan. Ia berdiri menyabarkan dan mendamaikan hati ‘Atiqah: “Siapakah yang sanggup menghina keturunanmu dan sukumu? Terus terang saja kukatakan kepadamu bahawa dirikulah yang kumaksudkan kepada Muhammad SAW. Kalau ia mahu, aku bersedia menikah dengannya; kalau tidak, aku pun berjanji tak akan bersuami hingga mati”.

Pernyataan jujur ikhlas dari Khadijah r.a membuat ‘Atiqah terdiam. Kedua wanita bangsawan itu sama-sama cerah. Percakapan menjadi serius.

“Tapi Khadijah, apakah suara hatimu sudah dimaklumi oleh anak bapa saudaramu Waraqah bin Naufah?” tanya ‘Atiqah sambil meneruskan: “Kalau belum cubalah meminta persetujuannya.”

“Ia belum tahu, tapi katakanlah kepada saudaramu, Abu Thalib, supaya mengadakan perjamuan sederhana. Jamuan minum, dimana sepupuku diundang, dan disitulah diadakan majlis lamaran”, Khadijah r.a berkata seolah-olah hendak mengatur siasat. Ia yakin Waraqah takkan keberatan kerana dialah yang menafsirkan mimpinya akan bersuamikan seorang Nabi akhir zaman.

‘Atiqah pulang dengan perasaan tenang, puas. Pucuk dicinta ulam tiba. Ia segera menyampaikan berita gembira itu kepada saudara-saudaranya: Abu Thalib, Abu Lahab, Abbas dan Hamzah. Semua riang menyambut hasil pertemuan ‘Atiqah dengan Khadijah r.a.

“Itu bagus sekali”, kata Abu Thalib, “tapi kita harus bermesyuarat dengan Muhammad SAW lebih dahulu.”


VII. JANDA CANTIK BERMATA JELI


Sebelum dijemput bermesyuarat oleh bapa saudaranya, maka terlebih dahulu ia pun telah menerima seorang perempuan bernama Nafisah, utusan Khadijah r.a yang datang untuk menjalin hubungan kekeluargaan. Utusan peribadi Khadijah itu bertanya: “Muhammad, kenapa engkau masih belum berfikir mencari isteri?”

Muhammad SAW menjawab: “Hasrat ada, tetapi kesanggupan belum ada.”
“Bagaimana kalau seandainya ada yang hendak menyediakan nafkah? Lalu engkau mendapat seorang isteri yang baik, cantik, berharta, berbangsa dan sekufu pula denganmu, apakah engkau akan menolaknya?”

“Siapakah dia?” tanya Muhammad SAW.
“Khadijah!” Nafisah berterus terang. “Asalkan engkau bersedia, sempurnalah segalanya. Urusannya serahkan kepadaku!”

Usaha Nafisah berjaya. Ia meninggalkan putera utama Bani Hasyim dan langsung menemui Khadijah r.a, menceritakan kesediaan Muhammad SAW. Setelah Muhammad SAW menerima pemberitahuan dari saudara-saudaranya tentang hasil pertemuan dengan Khadijah r.a, maka baginda tidak keberatan mendapatkan seorang janda yang usianya lima belas tahun lebih tua daripadanya.

Betapa tidak setuju, apakah yang kurang pada Khadijah? Ia wanita bangsawan, cantik, hartawan, budiman. Dan utamanya pula karena hatinya telah dibukakan Tuhan untuk mencintainya, telah ditakdirkan akan dijodohkan dengannya.

Kalau dikatakan janda, biarlah! Ia memang janda umur empat puluh, tapi janda yang masih segar, bertubuh ramping, berkulit putih dan bermata jeli.

Maka diadakanlah majlis yang penuh keindahan itu. Hadir sama Waraqah bin Naufal dan beberapa orang-orang terkemuka Arab yang sengaja dijemput.

Abu Thalib dengan rasmi meminang Khadijah r.a kepada saudara sepupunya. Orang tua bijaksana itu setuju. Tetapi dia meminta tempoh untuk berunding dengan wanita berkenaan.


VIII. PERNIKAHAN MUHAMMAD DENGAN KHADIJAH


Khadijah r.a diminta pendapat. Dengan jujur ia berkata kepada Waraqah: “Hai anak bapa saudaraku, betapa aku akan menolak Muhammad SAW padahal ia sangat amanah, memiliki keperibadian yang luhur, kemuliaan dan keturunan bangsawan, lagi pula pertalian kekeluargaannya luas”.

“Benar katamu, Khadijah, hanya saja ia tak berharta”, ujar Waraqah.
“Kalau ia tak berharta, maka aku cukup berharta. Aku tak memerlukan harta lelaki. Kuwakilkan kepadamu untuk menikahkan aku dengannya,” demikian Khadijah r.a menyerahkan urusannya.

Waraqah bin Naufal kembali mendatangi Abu Thalib memberitakan bahawa dari pihak keluarga perempuan sudah bulat muafakat dan merestui bakal pernikahan kedua mempelai. Lamaran diterima dengan persetujuan mas kahwin lima ratus dirham.

Abu Bakar r.a, yang kelak mendapat sebutan “Ash-Shiddiq”, sahabat akrab Muhammad SAW. sejak dari masa kecil, memberikan sumbangan pakaian indah buatan Mesir, yang melambangkan kebangsawaan Quraisy, sebagaimana layaknya dipakai dalam upacara adat istiadat pernikahan agung, apalagi kerana yang akan dinikahi adalah seorang hartawan dan bangsawan pula.

Peristiwa pernikahan Muhammad SAW dengan Khadijah r.a berlangsung pada hari Jumaat, dua bulan sesudah kembali dari perjalanan niaga ke negeri Syam. Bertindak sebagai wali Khadijah r.a ialah bapa saudaranya bernama ‘Amir bin Asad, sedang Waraqah bin Naufal membacakan khutbah pernikahan dengan fasih, disambut oleh Abu Thalib sebagai berikut:

“Alhamdu Lillaah, segala puji bagi Allah Yang menciptakan kita keturunan (Nabi) Ibrahim, benih (Nabi) Ismail, anak cucu Ma’ad, dari keturunan Mudhar.

“Begitupun kita memuji Allah SWT Yang menjadikan kita penjaga rumah-Nya, pengawal Tanah Haram-Nya yang aman sejahtera, dan menjadikan kita hakim terhadap sesama manusia.

“Sesungguhnya anak saudaraku ini, Muhammad bin Abdullah, kalau akan ditimbang dengan laki-laki manapun juga, nescayalah ia lebih berat dari mereka sekalian. Walaupun ia tidak berharta, namun harta benda itu adalah bayang-bayang yang akan hilang dan sesuatu yang akan cepat perginya.

Akan tetapi Muhammad SAW, tuan-tuan sudah sama mengenalinya siapa dia. Dia telah melamar Khadijah binti Khuwailid. Dia akan memberikan mas kahwin lima ratus dirham yang akan segera dibayarnya dengan tunai dari hartaku sendiri dan saudara-saudaraku.

“Demi Allah SWT, sesungguhnya aku mempunyai firasat tentang dirinya bahawa sesudah ini, yakni di saat-saat mendatang, ia akan memperolehi berita gembira (albasyaarah) serta pengalaman-pengalaman hebat.

“Semoga Allah memberkati pernikahan ini”.

Penyambutan untuk memeriahkan majlis pernikahan itu sangat meriah di rumah mempelai perempuan. Puluhan anak-anak lelaki dan perempuan berdiri berbaris di pintu sebelah kanan di sepanjang lorong yang dilalui oleh mempelai lelaki, mengucapkan salam marhaban kepada mempelai dan menghamburkan harum-haruman kepada para tamu dan pengiring.

Selesai upacara dan tamu-tamu bubar, Khadijah r.a membuka isi hati kepada suaminya dengan ucapan: “Hai Al-Amiin, bergembiralah! Semua harta kekayaan ini baik yang bergerak mahupun yang tidak bergerak, yang terdiri dari bangunan-bangunan, rumah-rumah, barang-barang dagangan, hamba-hamba sahaya adalah menjadi milikmu. Engkau bebas membelanjakannya ke jalan mana yang engkau ridhoi !”

Itulah sebagaimana Firman Allah SWT yang bermaksud: “Dan Dia (Allah) mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kekayaan”.
(Adh-Dhuhaa: 8)

Alangkah bahagianya kedua pasangan mulia itu, hidup sebagai suami isteri yang sejalan , sehaluan, serasi dan secita-cita.


IX. DIJAMIN MASUK SURGA


Khadijah r.a mendampingi Muhammad SAW. selama dua puluh enam tahun, yakni enam belas tahun sebelum dilantik menjadi Nabi, dan sepuluh tahun sesudah masa kenabian. Ia isteri tunggal, tak ada duanya, bercerai kerana kematian. Tahun wafatnya disebut “Tahun Kesedihan” (‘Aamul Huzni).

Khadijah r.a adalah orang pertama sekali beriman kepada Rasulullah SAW. ketika wahyu pertama turun dari langit. Tidak ada yang mendahuluinya. Ketika Rasulullah SAW menceritakan pengalamannya pada peristiwa turunnya wahyu pertama yang dihantar Jibril ‘alaihissalam, dimana beliau merasa ketakutan dan menggigil menyaksikan bentuk Jibril a.s dalam rupa aslinya, maka Khadijahlah yang pertama dapat mengerti makna peristiwa itu dan menghiburnya, sambil berkata: “Bergembiralah dan tenteramkanlah hatimu.

Demi Allah SWT yang menguasai diri Khadijah r.a, engkau ini benar-benar akan menjadi Nabi Pesuruh Allah bagi umat kita.

“Allah SWT tidak akan mengecewakanmu. Bukankah engkau orang yang sentiasa berusaha untuk menghubungkan tali persaudaraan? Bukankah engkau selalu berkata benar? Bukankah engkau sentiasa menyantumi anak yatim piatu, menghormati tetamu dan menghulurkan bantuan kepada setiap orang yang ditimpa kemalangan dan musibah?”

Khadijah r.a membela suaminya dengan harta dan dirinya di dalam menegakkan kalimah tauhid, serta selalu menghiburnya dalam duka derita yang dialaminya dari gangguan kaumnya yang masih engkar terhadap kebenaran agama Islam, menangkis segala serangan caci maki yang dilancarkan oleh bangsawan-bangsawan dan hartawan Quraisy.

Layaklah kalau Khadijah r.a mendapat keistimewaan khusus yang tidak dimiliki oleh wanita-wanita lain iaitu, menerima ucapan salam dari Allah SWT. yang dihantar oleh malaikat Jibril a.s kepada Rasulullah SAW. disertai salam dari Jibril a.s peribadi untuk disampaikan kepada Khadijah radiallahu ‘anha serta dihiburnya dengan syurga.

Kesetiaan Khadijah r.a diimbangi oleh kecintaan Nabi SAW kepadanya tanpa terbatas. Nabi SAW pernah berkata:

“Wanita yang utama dan yang pertama akan masuk Syurga ialah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad SAW., Maryam binti ‘Imran dan Asyiah binti Muzaahim, isteri Fir’aun”.


X. WANITA TERBAIK


Sanjungan lain yang banyak kali diucapkan Rasulullah SAW. terhadap peribadi Khadijah r.a ialah: “Dia adalah seorang wanita yang terbaik, kerana dia telah percaya dan beriman kepadaku di saat orang lain masih dalam bimbang keengkaran; dia telah membenarkan aku di saat orang lain mendustakanku; dia telah mengorbankan semua harta bendanya ketika orang lain mencegah kemurahannya terhadapku; dan dia telah melahirkan bagiku beberapa putera-puteri yang tidak ku dapatkan dari isteri-isteri yang lain”.

Putera-puteri Rasulullah SAW. dari Khadijah r.a sebanyak tujuh orang: tiga lelaki (kesemuanya meninggal di waktu kecil) dan empat wanita. Salah satu dari puterinya bernama Fatimah, dinikahkan dengan Ali bin Abu Thalib, sama-sama sesuku Bani Hasyim. Keturunan dari kedua pasangan inilah yang dibangsakan sebagai keturunan langsung dari Rasulullah SAW.